Alam Gaib

Pernah mendengar cerita tentang setan, jin, genderuwo, santet, babi ngepet, kuntilanak? Rasanya sejak kecil kita tidak asing dengan dunia ini. Boleh jadi masing-masing budaya punya cerita yang unik. Fakta menunjukkan bahwa fenomena alam gaib atau makhluk misterius-yang tak kelihatan, dikenal atau “dipercaya” di hampir semua belahan dunia: Asia, Afrika dan bahkan Amerika, Eropa.

Beberapa tahun yang lalu, kita di Indonesia mendapat tayangan sinetron “Jin dan Jun”. Bagaimana Gereja Katolik melihatnya? Berangkat dari pengakuan iman Konsili Nicea-Konstantinopel, yang biasa dikenal dengan “Syahadat Panjang”, jelas dan eksplisit “diimani” adanya penciptaan dunia “visibilium et invisibilum” (yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan). Hal itu kembali ditegaskan dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK 327) dengan mengutip pengakuan iman Konsili Lateran IV:

“Allah mengadakan pada awal segala waktu sekaligus dua ciptaan dari ketidakadaan: yang rohani dan yang jasmani, yaitu malaikat dan dunia; dan sesudah itu yang manusiawi, yang boleh dikatakan sekaligus terdiri dari roh dan badan”.

Pernyataan di atas menegaskan bahwa sebelum manusia (yang merupakan kesatuan rohani dan jasmani) diciptakan, Allah terlebih dahulu telah menciptakan baik dunia yang kelihatan, maupun makhluk rohani yang tanpa badan (KGK 328). Yang terakhir ini biasa kita sebut sebagai malaikat. Ayub 38:1-7 mengisyaratkan bahwa ketika Allah menciptakan bumi dan bintang-bintang, malaikat (anak-anak Allah) bersorak-sorai.

Yang patut digarisbawahi adalah bahwa para malaikat sejatinya adalah roh yang melayani (Ibr. 1:14), milik Allah, diciptakan oleh Dia dan untuk Dia (bdk Kol. 1:16). Sebagaimana manusia, mereka mempunyai akal budi dan kehendak, mempunyai wujud pribadi, namun tidak akan mati (KGK 330). Namun dalam kebebasan berkehendak itu, ada malaikat yang kemudian menolak Allah dan kerajaan-Nya secara radikal dan tetap (KGK 392). Itulah “setan”, yang adalah pendosa dari mulanya (I Yoh. 3:8), “bapa segala dusta, pembunuh sejak awal” (Yoh. 8:44), yang dulu telah menipu nenek moyang kita (Kej. 3). Keputusan penolakan mereka akan Allah tidak dapat ditarik kembali, sehingga dosa para (mantan) malaikat itu tidak dapat diampuni (KGK 393).

Setan punya pengaruh “mencelakakan” (KGK 394), memiliki kekuasaan yang kuat karena merupakan “roh murni”; hadir di dunia ini karena kebenciannya kepada Allah dan dalam upayanya membawa kerugian fisik bagi tiap manusia (KGK 395). Karena itulah, manusia harus waspada akan makhluk rohani ini. Paus Benediktus XVI dalam kunjungannya ke Angola pada 21 Maret 2009, mengingatkan umat Katolik di negara dengan mayoritas Katolik itu untuk menjauhkan diri dari ilmu gaib (https://tekno.kompas.com/read/2009/03/21/20320681/nan)

Ada apa dengan alam/kekuatan gaib? Kekuatan gaib dapat menjadi godaan bagi umat beriman untuk menyembah sesuatu “hal tercipta”, menggantikan Allah. Apalagi setan (yang juga biasa disebut iblis, si jahat dll) adalah makhluk rohani yang cerdik memperdayai manusia. Yesus sendiri pernah dicobai oleh iblis di padang gurun. Dalam konteks itulah, Gereja, lewat buku Katekismus Gereja Katolik (KGK) menekankan penolakannya dalam dua hal berikut.

Pertama, segala bentuk ramalan: mempergunakan setan dan roh jahat, pemanggilan arwah dalam upaya membuka tabir masa depan (KGK 2116). Termasuk dalam kategori ini adalah horoskop, membaca tangan, menanyai medium.

Kedua, semua praktik magi dan sihir, yang dengannya orang ingin menaklukkan kekuatan gaib, entah supaya kekuatan itu melayaninya ataupun untuk mendapatkan kekuatan adikodrati atas orang lain. Jimat, jin, pelet, santet, meminta kekuatan roh jahat adalah bagian dari yang ditolak. Termasuk pula di sini adalah kegiatan perdukunan, yang (cenderung) “mengandalkan kekuatan di luar Allah”. Godaan, seperti upaya mencari kesembuhan, memang selalu besar, tetapi kita harus selalu ingat bahwa hanya satu Sang Pencipta, yang
dalam pengakuan iman, kita kenal sebagai Allah dari Allah atau Terang dari Terang.

Penulis : Salvinus

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments