Ekologi Integral dan Keadilan Sosial Bagi yang Miskin dan Lemah

Pendahuluan
Gereja Katolik menetapkan hari Minggu Paskah VII sebagai Hari Komunikasi Sedunia. Maka, hari ini kita mengangkat tema hubungan antara ekologi integral —pendekatan holistik terhadap lingkungan— dengan keadilan sosial, khususnya bagi kaum miskin dan lemah.

Ekologi integral, sebagaimana diajarkan dalam ajaran Gereja Katolik, memahami bahwa permasalahan lingkungan tidak dapat dipisahkan dari martabat manusia dan keadilan sosial. Pendekatan ini menekankan bahwa solusi terhadap krisis lingkungan harus juga memperhitungkan kesetaraan ekonomi dan keberpihakan kepada kaum yang terpinggirkan. Gagasan ini sejalan dengan prinsip dalam Laudato Si', ensiklik Paus Fransiskus tentang pemeliharaan alam sebagai rumah bersama, yang menyoroti dampak buruk kerusakan lingkungan terhadap masyarakat miskin.

Dalam sesi katekese ini, akan dibahas bagaimana tanggung jawab ekologis terkait erat dengan keadilan bagi yang tertindas, serta bagaimana pembangunan berkelanjutan dapat mengutamakan kebutuhan kelompok rentan. Selain itu, sesi ini juga dapat mengajak umat untuk memahami panggilan moral mereka dalam menjaga alam dan sekaligus memperjuangkan kesetaraan sosial, sehingga tercipta dunia yang lebih peduli dan berkelanjutan.

Dasar Teologis Tanpa harus mengutip Kitab Suci panjang lebar, kita dengan tegas dapat mengatakan bahwa Kitab Suci mengajarkan bahwa keadilan sosial bukan hanya tentang hukum, tetapi juga tentang belas kasih, solidaritas, dan tanggung jawab bersama. Satu dua contoh tentang kewajiban membela yang lemah misalnya, dikatakan: "Bukalah mulutmu untuk orang yang bisu, untuk hak semua orang yang merana. Bukalah mulutmu, hakimilah dengan adil, belalah hak orang miskin dan yang membutuhkan" (Amsal 31:8-9).

Keadilan juga adalah Tanggung Jawab Sosial, seperti diserukan oleh Yesaya: "Belajarlah berbuat baik; usahakan keadilan, kendalikan orang kejam; belalah hak anak yatim, perjuangkan perkara janda!" (Yesaya 1:17). Bukan itu saja, bahkan berbagi dengan yang membutuhkan, itu kewajiban setiap orang: "Siapa menutup telinganya bagi jeritan orang lemah, tidak akan menerima jawaban,
kalau ia sendiri berseru-seru" (Amsal 21:13).

Cukup dari beberapa teks ini saja, sangat jelas bagi kita bagaimana perhatian Tuhan terhadap orang miskin. Bahkan lebih tegas lagi dikatakan: "Siapa menindas orang miskin, menghina Penciptanya, tetapi siapa menaruh belas kasihan kepada orang yang melarat, memuliakan Dia" (Amsal 14:31). Dan ingatlah ini baik-baik: "Melakukan kebenaran dan keadilan lebih menyenangkan bagi Tuhan daripada kurban" (Amsal 21:3).

Sekarang mari kita lihat ensiklik Laudato Si'. Konsep ekologi integral merupakan inti dari ajaran Laudato Si', ensiklik Paus Fransiskus tentang lingkungan. Dalam dokumen ini, Paus menekankan bahwa segala sesuatu di dunia ini saling terhubung— lingkungan, ekonomi, budaya, dan kehidupan sosial manusia tidak bisa dipisahkan satu sama lain. "Segala sesuatu saling berhubungan, dan perhatian yang tulus terhadap sesama manusia serta alam tidak dapat dipisahkan dari keadilan sosial" (Laudato Si', No. 49).

Ekologi integral mengajak kita untuk melihat krisis lingkungan bukan hanya sebagai masalah ekologis, tetapi juga sebagai persoalan sosial dan moral. "Kita tidak menghadapi dua krisis terpisah, satu lingkungan dan satu sosial, tetapi satu krisis kompleks yang bersifat sosial dan lingkungan" (Laudato Si', No. 139). Paus Fransiskus menegaskan bahwa perlindungan lingkungan harus berjalan seiring dengan keadilan sosial, karena dampak kerusakan alam paling dirasakan oleh kelompok yang paling rentan.

Selain itu, ekologi integral juga menekankan tanggung jawab manusia sebagai penjaga ciptaan, bukan hanya untuk kepentingan generasi saat ini, tetapi juga demi masa depan. Konsep ini mengajak kita untuk mengembangkan gaya hidup yang lebih berkelanjutan, mengurangi budaya konsumtif, serta memperkuat solidaritas dengan sesama dan alam. "Ekologi integral menuntut kita untuk memiliki pandangan yang lebih luas, yang mencakup dimensi manusia dan sosial" (Laudato Si', No. 137).

Ekologi Integral: Perspektif Holistik Konsep Ekologi Integral, yang baru baru ini dipopulerkan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si' pada tahun 2015, mengacu pada pendekatan terpadu dan holistik terhadap masalah politik, sosial, ekonomi, dan untuk mengatasi masalah lingkungan global saat ini dengan cara yang berkelanjutan.

Perspektif Holistik adalah pendekatan yang menekankan keterkaitan antara manusia, lingkungan, ekonomi, dan sosial dalam satu kesatuan yang tidak terpisahkan. "Semuanya terhubung; setiap krisis tertentu merupakan bagian dari satu krisis sosial-ekologis yang kompleks yang meminta pertobatan ekologis yang holistik" (Laudato Si', No.139).

Dalam pandangan Paus Fransiskus, pendidikan ekologis tidak hanya sebatas menambah pengetahuan tentang lingkungan, tetapi merupakan jalan formasi hati, akal budi, dan tindakan. "Institusi pendidikan harus menjadi 'laboratorium ekologi integral,' tempat dimana peserta didik belajar tidak hanya dengan kepala, tetapi juga dengan hati dan tangan" (Paus Fransiskus).

Pendekatan holistik dalam ekologi integral mengajak kita untuk melihat hubungan antara manusia dan alam sebagai bagian dari sistem yang lebih luas. Ini mencakup:

• Kesadaran ekologis: Memahami bahwa setiap tindakan manusia berdampak pada lingkungan.
• Keadilan sosial: Menyadari bahwa kelompok rentan paling terdampak oleh kerusakan lingkungan.
• Etika keberlanjutan: Mengembang kan gaya hidup yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.


Keadilan Sosial bagi yang Miskin dan Lemah Harus bisa dipastikan bahwa setiap individu, terutama mereka yang berada dalam kondisi rentan, mendapatkan hak yang sama dalam kehidupan bermasyarakat. Ini mencakup akses terhadap pendidikan, kesehatan, pekerjaan yang layak, serta perlindungan hukum dan sosial.

Prinsip ini menekankan bahwa negara dan masyarakat memiliki tanggung jawab untuk melindungi dan memberdayakan kelompok yang kurang beruntung, bukan sekadar memberikan bantuan sementara. Keadilan sosial juga berarti menciptakan sistem yang memungkinkan mereka keluar dari kemiskinan dan mencapai kesejahteraan yang lebih baik.

Dalam konteks hukum, keadilan sosial sering dikaitkan dengan persamaan di hadapan hukum, di mana setiap orang, tanpa memandang status ekonomi, harus mendapatkan perlakuan yang adil. Namun, dalam praktiknya, sering terjadi ketimpangan, di mana hukum lebih berpihak kepada mereka yang memiliki kekuatan ekonomi dan politik.

Di Indonesia, konsep keadilan sosial tercermin dalam sila kelima Pancasila, yang menekankan keseimbangan antara hak individu dan kepentingan sosial. Negara memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa kebijakan ekonomi dan sosial tidak hanya menguntungkan segelintir orang, tetapi juga memberikan manfaat bagi seluruh rakyat.

Prinsip utama yang dipegang oleh Gereja Katolik dalam hal keadilan sosial adalah:
• Preferential Option for the Poor: Gereja selalu berpihak kepada kaum miskin dan lemah, sebagaimana diajarkan oleh Yesus dalam Injil.
• Solidaritas: Umat Katolik diajak untuk saling mendukung dan bekerja sama demi menciptakan masyarakat yang lebih adil.
• Subsidiaritas: Keputusan harus dibuat sedekat mungkin dengan individu yang terdampak, sehingga mereka memiliki kendali atas kehidupan mereka sendiri.
• Kesejahteraan Bersama: Semua kebijakan sosial dan ekonomi harus diarahkan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat, bukan hanya segelintir orang. 

Membangun Spiritualitas Kemiskinan Gagasan ini mungkin terasa aneh bagi kebanyakan orang, karena kemiskinan itu bukan pilihan. Tidak ada orang yang ingin hidup miskin dan melarat. Jadi apa maksud dari pernyataan ini? Dari mana sumber ajaran ini?

Ajaran spiritualitas kemiskinan berasal dari berbagai tradisi keagamaan, terutama dalam ajaran Yesus dalam Injil, Ajaran Sosial Gereja, serta refleksi teologis tentang kemiskinan sebagai panggilan hidup. Dalam Injil, Yesus mengajarkan bahwa kemiskinan bukan hanya kondisi ekonomi, tetapi juga sikap hati yang terbuka terhadap Tuhan dan sesama. Salah satu kutipan terkenal adalah: "Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga" (Matius 5:3).
Yesus —sebagai semangat kemiskinan Allah— memiskinkan diri melalui peristiwa inkarnasi. Allah mengosongkan diri-Nya dan memberi tempat bagi kemanusiaan manusia. Allah mengalami peristiwa kenosis atau penghampaan diri-Nya.

Mengikuti Yesus yang miskin berarti tidak merasa hancur karena kekurangan harta duniawi, tetapi juga tidak menjadi sombong karena kelimpahan. Mengikuti Kristus yang rendah hati berarti tidak gila hormat (lih. Gal 5:26). Sikap mengutamakan kaum miskin merupakan bentuk istimewa keutamaan menjalankan cinta kasih Kristen mengikuti teladan Sang Guru yang memiliki rasa solidaritas dan kesetiakawanan tanpa pamrih terhadap semua orang berdosa, orang-orang yang lemah, terpinggirkan, atau kaummiskin.

Ajaran Sosial Gereja Katolik (ASG) menekankan preferential option for the poor, yaitu keberpihakan kepada kaum miskin sebagai bagian dari keadilan sosial. Paus Yohanes Paulus II dalam Ensiklik Centesimus Annus menegaskan bahwa kemiskinan bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga persoalan martabat manusia dan keadilan sosial. Ia menyoroti bagaimana sistem ekonomi harus diarahkan untuk menghormati hak-hak dasar manusia dan memastikan kesejahteraan bersama.

Santo Fransiskus dari Assisi adalah salah satu tokoh yang menghidupi spiritualitas kemiskinan dengan meninggalkan harta duniawi dan hidup dalam kesederhanaan. Ia mengajarkan bahwa kemiskinan adalah jalan menuju kebebasan rohani dan solidaritas dengan kaum miskin.

Jadi, inti dari spiritualitas kemiskinan bukan hanya tentang kekurangan materi, tetapi tentang kesederhanaan, ketergantungan pada Tuhan, dan solidaritas dengan sesama yang menderita.

Apa langkah-langkah praktis yang dapat dilakukan umat untuk mewujudkan keadilan sosial dalam kehidupan sehari-hari? Tentu banyak hal dan cara yang bisa dilakukan. Beberapa hal yang mungkin bisa direkomendasikan adalah:
• Mendukung Pendidikan dan Kesehatan: Memberikan akses pendidikan dan layanan kesehatan bagi mereka yang kurang mampu adalah langkah penting dalam menciptakan kesetaraan.
• Berpartisipasi dalam Kebijakan Sosial: Umat dapat terlibat dalam advokasi kebijakan yang mendukung kesejahteraan masyarakat, seperti reformasi ekonomi dan perlindungan hukum bagi kelompok rentan.
• Membangun Solidaritas dan Komunitas: Mengembangkan program pemberdayaan masyarakat dan partisipasi politik untuk memastikan suara kaum miskin dan lemah didengar.
• Menghindari Diskriminasi: Menolak segala bentuk diskriminasi dan memperjuangkan hak-hak setiap individu tanpa memandang latar belakang sosial atau ekonomi.
• Dll.

Penutup dan Refleksi
Secara konsisten, Kitab Suci mengajarkan bahwa keadilan sosial bukan hanya soal hukum yang adil, tetapi juga tentang belas kasih, solidaritas, dan tanggung jawab bersama. "Segala sesuatu saling berhubungan, dan perhatian yang tulus terhadap sesama manusia serta alam tidak dapat dipisahkan dari keadilan sosial." Solusi terhadap krisis lingkungan harus juga memperhitungkan kesetaraan ekonomi dan keberpihakan kepada kaum yang terpinggirkan.

Keadilan juga adalah tanggung jawab sosial dan moral sebagai penjaga ciptaan, bukan hanya untuk kepentingan generasi saat ini, tetapi juga demi masa depan. Ingat baik-baik kata penulis Amsal ini: "Melakukan kebenaran dan keadilan lebih menyenangkan bagi Tuhan daripada kurban" (Amsal 21:3).

Referensi (untuk Pendalaman):
Paus Fransiskus, "Ensiklik LAUDATO SI'" (TERPUJILAH ENGKAU), 24 Mei 2015
dalam https://www.dokpenkwi.org/wp-content/uploads/2017/08/Seri-Dokumen-Gerejawi-No-98-LAUDATO-SI-1.pdf
Yohanes Paulus II, "CENTESIMUS ANNUS
(Ulang Tahun ke-Seratus) tentang Ajaran Sosial Gereja Masa Kini Sebagai kenangan ulang tahun keseratus Ensiklik Rerum Novarum",
Seri Dokumen Gerejawi No. 15, 1 Mei 1991.
Matilda Nassar, "Concept: Integral Ecology", pada https://kellogg.nd.edu/
Sri Hartati, S.H., M.H. (Ketua PA Simalungun), "KEADILAN HUKUM BAGI ORANG MISKIN", pada http://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/keadilan-hukum-bagi-orang-miskin https://www.academia.edu/57948473/Spiritualitas_Berjuang_Menjadi_Miskin_Dan_Berjuang_Bagi_Kaum_Miskin

Salmon Pamantung, "SPIRITUALITAS BERJUANG MENJADI MISKIN DAN BERJUANG BAGI KAUM MISKIN,"

Jurnal "Al-Qalam" Volume 18 Nomor 1 Januari - Juni 2012. Jurnal ini juga dimuat pada website Academia: https://www.academia.edu/57948473/Spiritualitas_Berjuang_Menjadi_Miskin_Dan_Berjuang_
B a g i _ K a u m _ M i s k i n # : ~ : t e x t =Spiritualitas%20Berjuang%20Menjadi% 2 0 M i s k i n % 2 0 D a n , s a l m o n %20pamantung

Yudel Neno, "KEMISKINAN, SPIRITUALTAS KEMISKINAN DAN KERJA (Sebuah Telaah berdasarkan Beberapa Butir Ajaran Sosial Gereja Katholik)", dalam: https://www.kompasiana.
com/frenofile.com/555c5e37a623bd00048b4567/kemiskinan-spiritualtas-kemiskinan-dan-kerja-sebuah-telaah-berdasarkan-beberapa-butir-ajaran-sosial-gereja-katholik

Beslon Pandiangan
Tim Kontributor Kolom Katekese


Post Terkait

Comments