Pada tahun 1992 berdirilah Stasi St.Hendrikus - Cikarang sebagai pemekaran dari Paroki St.Arnoldus - Bekasi. Pada tahun 1990-an umat semakin bertambah jumlahnya karena adanya baptisan baru (kelompok keturunan Tionghoa) dari penduduk sekitar Cikarang kota, di samping semakin banyaknya pendatang yang mengadu nasibnya di bumi Cikarang. Umat beriman Katolik mencoba merayakan Ekaristi di samping Bioskop Mini Cikarang dengan segala fasilitas yang minim. Keadaan yang serba minim itu tidak memadamkan semangat hidup menggereja umat beriman di bawah bimbingan Romo-romo SVD dari Paroki St. Arnoldus - Bekasi.
Namun sayang ketentraman dan kedamaian beribadah umat Stasi 1125 jiwa (9 lingkungan) tersebut berakhir dengan adanya kerusuhan bulan Mei 1998. Seperti Tenda Abraham, tempat ibadah umat Stasi pun berpindah dari Bioskop Mini ke Gedung Global - Lippo Cikarang. Dalam situasi yang serba kekurangan dan umat semakin sulit menjangkau lokasi Misa diselenggarakan, tetapi Tuhan tetap berkarya melalui para aktivisnya mengumpulkan semakin banyak umat beriman Katolik di bumi Cikarang.
Stasi Hendrikus yang berkembang dengan 15 lingkungannya itu (2100 Jiwa) kembali mengalami pengalaman nomaden, hidup berpindah lagi karena Gedung Global akan dipakai sebagai rumah sakit. Itu terjadi pada awal tahun 2001. Akhirnya karena kebaikan hati dari yayasan Trinitas, tempat ibadahnya dipindahkan ke belakang sekolah Katolik Trinitas. Tempat ibadah yang sederhana berupa bedeng dengan bangunan kecil untuk Sakristi. Lokasinya jauh, tidak terjangkau kendaraan umum, syukur ada solidaritas antar jemput mobil umat. Selama misa berlangsung ada sebagian umat yang hanya dapat mendengar suara pastor dan tidak dapat tatap muka atau di depannya hanya tembok dan kaca.
Dalam situasi yang kurang menguntungkan dan kondusif, seperti adanya berbagai tantangan dalam berdialog dengan masyarakat beragama lain, sekte-sekte Kristen, birokrat pemerintah, dampak modernisasi (individualisme, sikap konsumtif, hedonistic, dan lain-lain), dampak industrialisasi (urbanisasi, kesenjangan sosial, pendidikan, moralitas, dan lain-lain), heterogenitas umat (baik suku, budaya, pendidikan, pekerjaan, ekonomi, hampir 90 % merupakan buruh dan pekerja, kaum muda dan keluarga muda) ternyata jumlah umat semakin berkembang kurang lebih 4000 jiwa (1250 kk), tersebar di 28 lingkungan, kebanyakan "Kontraktor". Sedangkan pastornya tinggal di pastoran yang adalah rumah pinjaman umat, terpisah dari sekolah Trinitas. Luas Paroki sama dengan luas 7 Paroki di Dekenat Bekasi (hampir sebagian besar kabupaten Bekasi), ternyata Tuhan tetap pada kehendakNya membangun sebuah Paroki di bumi Cikarang.
Umat beriman Katolik semakin sadar dan semakin merapatkan barisan untuk membangun kerajaan kasih Allah melalui hidup menggereja dan merakyatnya. Dengan bantuan rahmat Tuhan dan adanya semangat berbagi (Ekaristis) dan merakyat (inkarnatoris) dari umat beriman, maka terwujudlah sebuah Paroki baru Keuskupan Agung Jakarta ke-56 di Bumi Cikarang pada tanggal 25 Januari 2004 dengan nama Paroki Ibu Teresa, sesuai dengan nyala api pelayanan kasih umat yang memberi dari kekurangannya (bdk Mrk 12:41-44).
Dalam visi Gereja Paroki Ibu Teresa yang adalah
" Paguyuban umat beriman yang mau berbagi dan merakyat "
terungkap niat luhur umat:
selain memperhatikan hidup menggerejanya, umat Paroki juga sadar akan perutusannya yaitu kehadiran umat atau Gereja menjadi rahmat bagi masyarakat sekitarnya.
Masyarakat yang notabene adalah masyarakat Sunda-Betawi yang baik hati, mudah bergaul atau berdialog. Mereka terpinggirkan karena industrialisasi, kurang pendidikan dan tingkat kesehatan yang minim. Oleh karena itu umat giat pula melakukan dialog dengan penduduk setempat baik dialog kehidupan melalui pelayanan sosial kemasyarakatan maupun dialog iman dengan orang beragama lain di bumi Cikarang. Paroki Ibu Teresa didirikan bukan untuk dirinya sendiri, melainkan untuk membawa keselamatan bagi umat beriman dan sesama manusia khususnya orang miskin dan papa.
Perziarahan dan perjuangan umat Paroki Ibu Teresa masih tetap berlangsung sampai saat ini. Umat Paroki Ibu Teresa berusaha semakin membumi lewat berbagai karya kerasulan dalam hidup menggereja dan merakyatnya. Syukur kepada Allah, Gereja Katolik Paroki Ibu Teresa perlahan-lahan mulai diakui eksistensinya. Hal ini dibangun lewat dialog kehidupan dan iman yang semakin mendalam dan semakin ada pengertian satu dengan yang lainnya.
Walaupun diakui perwujudan dialog persaudaran yang sempurna masih perlu diperjuangkan terus menerus baik dari pihak umat Katolik sendiri maupun masyarakat sekitarnya. Disadari ini semua terjadi atas penyelenggaran Ilahi. Roh Kuduslah yang menuntun dan mengobarkan terus semangat berdialog tersebut.
Tak terasa di berbagai aspek kehidupan menggereja dan merakyat telah terjadi perkembangan yang positif, terlebih semakin berkembangnya jumlah umat menjadi 7795 jiwa (2605 kk) dan 45 lingkungan berdasarkan statistik tahun 2013. Penyejarahan umat Paroki Ibu Teresa belumlah usai, masih banyak pekerjaan rumah yang harus digoreskan dalam tinta sejarah kemasyarakatan di Kabupaten Bekasi agar sungguh-sungguh kehadiran Gereja Katolik Paroki Ibu Teresa menjadi rahmat bagi masyarakat sekitarnya, termasuk menorehkan sejarah persaudaraan di Kabupaten Bekasi dengan adanya tempat ibadah yang lebih layak yaitu gedung Gereja dimana reliqui darah Beata Ibu Teresa bersemayam.
~ Diambil dari buku Raka PITC