Saudari/saudara yang terkasih, Injil hari ini menarik untuk disimak Perumpamaan tentang Penabur. Dalam perumpamaan itu dikatakan bahwa ketika penabur menaburkan benih, ada yang jatuh di pinggir jalan, ada yang jatuh di tanah berbatu, di tanah yang bersemak duri dan di tanah yang subur. Sehingga mungkin kita akan bertanya : “Bukankah benih hanya boleh ditaburkan di tanah yang subur sehingga bisa berlipat ganda? Kenapa harus ditaburkan di sembarang tempat???”
Untuk menjawab ini kita harus lihat latar belakang kehidupan bercocok tanam pada jaman dulu yang beda dengan sekarang. Dulu biasanya biji disemai sebelum tanah digarap. Jadi tanahnya memang belum dibajak, dicangkul atau dialiri air. Baru setelah itu tanah digemburkan. Hal ini kebalikkannya dengan jaman sekarang. Penabur memang sengaja menaburkan benih tersebut di berbagai jenis tanah.
Seperti yang sudah dikatakan dalam Injil, kisah ini adalah perumpamaan. Sang penabur adalah Tuhan sendiri, benih adalah sabda-Nya dan tanah adalah manusia. Jadi perumpamaan tentang penabur bercerita tentang Yesus Kristus yang mewartakan Kerajaan Allah kepada semua manusia. Dengan kata lain, sabda Tuhan datang kepada siapa saja. Namun belum tentu sabda itu akan tumbuh dan membawa hasil yang berlimpah pada semua orang. Hal ini ergantung macam tanahnya yang pada dasarnya ada 2 macam : tanah yang dapat memberi hasil dan tanah yang tetap mandul. Penyebab tanah mandul bermacam-macam : kehilangan benih, memang gersang atau ditumbuhi semak berduri.
Dalam konteks Injil Matius, tanah yang mandul adalah orang-orang yang menolak/tidak bersedia menerima Yesus Kristus dan pewartaan-Nya. Mereka itu adalah kaum Farisi/Saduki. Mereka itu tanah yang sudah disemai benih tapi tidak bisa menikmati pertumbuhannya karena sudah kehilangan benih itu sendiri. Mereka juga tanah gersang, bahkan tanah yang hanya bisa ditumbuhi onak.
Lalu siapa tanah yang subur?? Mereka yang menjalankan dan melaksanakan kehendak Bapanya, itulah yang menjadi anah yang memberi hasil, itulah para murid. Karena mereka menerima, menuruti, mendengarkan dan melakukannya, merekalah yang menjadi tanah subur bagi benih sabda. Dengan kata lain, tanah yang baik adalah orang yang “mendengar sabda dan mengerti” karena itu dapat berbuah berlipat ganda ada yang 100X lipat, 60X lipat,30X lipat, dan lain-lain.
Saudari-saudara yang terkasih, kiranya bagaimana perumpamaan ini kita terapkan dalam kehidupan iman kita sebagai murid-murid Yesus Kristus, yang menyebut diri kita Katolik ini? Kita dihimbau supaya menjadi tanah yang subur yang memungkinkan benih tumbuh dan berbuah berlipat ganda. Serta bagaimana menjaga supaya sabda yang telah ditaburkan tidak hilang/terhimpit. Lalu berani mengusahakan supaya semakin banyak benih menemukan tanah yang baik dan tidak membiarkannya tinggal di tanah gersang/lahan yang beronak duri. Hal ini bisa kita mulai dari diri kita atau dalam keluarga kita masing-masing, misalnya melaksanakan B3 (Berdoa – Bertobat – Berbuat Kasih).
Saudari-saudara, kiranya ini yang ditekankan oleh pengarang Injil hari ini bahwa keadaan seperti tanah subur itu dapat diusahakan oleh manusia dalam terang Allah sendiri. Bila kita sungguh mau mendengarkan sapaan Allah dan berusaha keras mewujudkannya dalam hidup, maka keadaan tanah subur itu dapat terjadi. Keterbukaan hati untuk menerima tawaran kasih Allah dan bekerja sama dengan Allah, itulah yang akan menyuburkan hidup kita.
Marilah kita membuka hati untuk menjadi lahan yang subur agar sabda Tuhan yang ditaburkan dalam diri kita tumbuh dan berkembang dengan baik. Sehingga sabda Tuhan itu berbuah melimpah bagaikan air yang mengalir tiada henti sebagai sumber hidup sejati.
Penulis : Rm. Antara, Pr
Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa