Mulut Orang Benar Adalah Sumber Kehidupan

Kita sering melihat dalam film-film fantasi yang beredar dalam masyarakat penggambaran tumbuhan yang dipersonifikasikan sebagai layaknya sosok manusia. Kita kenal tokoh Treebeard dalam Trilogi “The Lord of The Rings, sosok pohon yang bisa berjalan dan berbicara, tokoh Groot dalam serial Marvel “Guardian of The Galaxy” dan lainnya. Atau juga dalam bentuk game seperti “Plants vs Zombie”. Semua itu merupakan imaginasi dari para penciptanya yang bermaksud mempersonifikasi tumbuhan.

 Namun dalam satu tulisan di National Geographic Indonesia, Sabtu 4, Desember 2021, yang ditulis oleh Agnes Angelo Naviros, dikatakan di sana bahwa dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa ternyata Tumbuhan itu dapat mendengar.

Para ilmuwan dari University of Missouri merekam suara mengunyah ulat saat mereka memakan daun. Mereka kemudian memainkannya kembali ke Arabidopsis tanaman. Setelah terkena suara mengunyah, tanaman mengeluarkan bahan kimia tertentu, yaitu glukosinolat dan antosianin, yang keduanya melindungi tanaman dari serangan herbivora. Menariknya, tanaman menghasilkan bahan kimia ini hanya sebagai respons terhadap suara mengunyah; ketika terkena suara angin atau serangga berdengung, tanaman tidak menunjukkan tingkat tinggi bahan kimia yang sama. Oleh karena itu, tanaman menunjukkan reaksi pertahanan mendalam terhadap suara yang dihasilkan oleh herbivora yang memakannya.

Bahkan dalam penelitian lebih lanjut ditemukan bahwa tumbuhan juga dapat berkomunikasi. ilmuwan menemukan fakta bahwa pohon dapat mengeluarkan suara. Mereka berkomunikasi satu sama lain, dengan 'tetangga' spesies, mikroba, dan bahkan serangga. Advertisements Tak hanya itu, dalam serangkaian percobaan, beberapa tanaman tampaknya juga bisa mendengar, belajar, mengingat dan merespons sinyal dari manusia. (Alika Noor Kholifah, VIVA.co.id, Jumat, 11 Januari 2019, Bukti Sains, Tumbuhan Bisa Mendengar dan Berbicara)

Mungkin di antara kita pernah mendengar atau membaca tentang tanaman yang tidak berkembang atau mati karena setiap hari tanaman itu harus mendengar kata-kata kasar atau keras yang diucapkan orang- orang di sekitarnya. Cerita ini memang mungkin belum bisa dipastikan kevalidannya. Namun ada satu hal yang bias kita cermati dari hal ini adalah ada kekuatiran yang terbersit dari cerita ini yakni bahwa kata-kata yang keluar dari mulut bisa berakibat fatal bahkan untuk tumbuhan yang selama ini dianggap sebagai “kasta ketiga” dalam rantai kehidupan.

“Mulutmu adalah Harimaumu” atau “Mulut lebih tajam dari sebilah pedang” dan lain sebagainya, merupakan peringatan bahwa sebagai bagian penting dalam komunikasi, mulut juga mempunyai sisi negative yang perlu diwaspadai. Kasus Bullying atau perundungan akhir-akhir ini begitu marak dan menjadi keprihatinan yang cukup besar dalam masyarakat kita. Perundungan merupakan salah satu bentuk kekerasan yang terjadi  dalam masyarakat. Kekerasan bukan dalam bentuk fisik namun dalam bentuk verbal.

Tindakan kekerasan menurut pandangan Gereja Katolik adalah salah satu bentuk kejahatan moral. Tindakan kekerasan bukanlah bentuk dari penghormatan atas pribadi manusia. maka dari itu, Gereja Katolik dengan sangat tegas menolak tindakan kekerasan kepada manusia dalam bentuk apapun, termasuk tindakan perundungan. Sikap ini didasarkan pada ajaran utama kristus sendiri yakni Kasih. Kekerasan yang terjadi dalam masyarakat dalam bentuk apapun merupakan antithesis dari ajaran Kasih. Oleh sebab itu, Gereja dituntut hadir untuk membela mereka yang mengalami kekerasan, menunjukkan diri sebagai Bunda yang melindungi dan bergerak aktif untuk mengikis kekerasan di dunia. Ini selaras dengan semangat Konsili Vatikan II yang tertuang dalam Konstitusi Pastoral Gaudium et Spes art 1: “Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan manusia dewasa ini, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita adalah kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus pula”

Ajaran Yesus sendiri tentang Kasih memuat salah satu poin besar yakni tidak berkata kasar kepada sesame. Hal ini tercermin dari kata-kata-Nya :

“Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala” (Mat. 5:21-22).

Membunuh sesama, pada hakikatnya, dapat terhindar apabila manusia tidak mudah melampiaskan amarah dan kebencian lewat mulutnya. Bagi Yesus rantai kekerasan dapat diputus apabila orang tidak menolak bahkan menyakiti sesamanya, dengan cara apa pun.

Fenomena perundungan sendiri disebabkan karena banyak remaja tidak melalui jalan-jalan tersebut. Alihalih berdialog, banyak remaja, demi menemukan identitas dirinya, justru meremehkan dan mengintimidasi sesamanya. perundungan, menjadi bentuk ekspresi dari kemiskinan identitas. Paus Fransiskus dalam pesannya  saat konferensi daring peringatan Hari Stop Perundungan ke 24 tahun 2019, menyampaikan bahwa perundungan dapat dihindari ketika membiasakan para remaja untuk berdialog dalam menemukan jati diri mereka. Berdialog sebagai subjek yang setara antar sesama. Dialog menjadi jalan perdamaian bagi semua.

Pendidikan anti kekerasan yang ada di sekolah Katolik adalah salah satu wujud nyata peran Gereja Katolik dalam menyerukan pentingnya pendidikan anti kekerasan. Pendidikan Agama di sekolah Katolik diharapkan dapat mengembangkan kemampuan siswa dengan memahami, menghayati, mengungkapkan dan mewujudkan iman. Kurikuloum agam Katolik telah disusun dengan sedemikian rupa sehingga pengembangan kemampuan dapat terencana dengan baik dan berkelanjutan dalam rangka mengembangkan kemampuan untuk memperteguh iman sesuai dengan ajaran iman Gereja Katolik, dengan tetap memperhatikan penghormatan terhadap agama dan kepercayaan lain. Gereja Katolik secara universal senantiasa berusaha untuk mempromosikan pendidikan anti kekerasan. Kekerasan hanya bisa diperangi bila seluruh umat manusia berusaha mampu menghidupi “budaya kehidupan” dan bukannya “budaya kematian”.

Sumber :
1. https://www.viva.co.id/digital/teknopedia/1110938-bukti-sainstumbuhan-bisa-mendengar-danberbicara?page=all

2. h t t p s : / / n a t i o n a l g e o g r a p h i c .grid.id/read/133026846/hati-hatisaat-berbicara-ternyata-tumbuhan-bisa-mendengar-kita?page=all

3. Gaudium Et Spes : Konstitusi Pastoral Tentang Gereja di Dunia Dewasa Ini, dalam Dokumen Konsili Vatikan II, terj. R. Hardawiryana S.J., Jakarta, Obor, 1993

4. Pandangan Gereja Katolik Tentang Pendidikan Anti Kekerasan dan Implementasinya Bagi Kehidupan Gereja, dalam Gaudium Vestrum: Jurnal Kateketik Pastoral - Vol. 5, No. 2, Paulus JD Lohor, Hilario Didakus Nenga Nampar, Juli-Desember 2021

Penulis : FB. Sri Pamungkas Tim Kontributor Kolom Katakese

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments