Minggu sore, 9 Maret 2025, suasana cerah menyambut para peserta Rekoleksi Pengurus Lingkungan St. Bonaventura. Kali ini, ada yang berbeda — peralihan kepengurusan tidak sekadar seremonial, tapi dikemas dalam rekoleksi yang sarat makna, bertempat di restoran Go-Rica, sebuah UKM milik salah satu keluarga umat lingkungan.
Selain pengurus lama dan baru, hadir juga para senior lingkungan yang sudah banyak berkontribusi dalam pelayanan di lingkungan maupun paroki, seperti Bapak Aloysius Haryanto, Ibu Indri, Bapak Christanto, dan Bapak Ludovikus Iwan. Bahkan, Dewan Paroki pun ikut serta dalam kebersamaan ini, diwakili oleh Bapak Stefanus Herrie Wibowo sebagai pendamping lingkungan dan Bapak Bimo Hartanto sebagai Sekretaris Dewan Paroki. Kehadiran mereka ikut menyalakan api semangat pelayanan dalam hati para peserta.
Mensyukuri yang lalu dan penuh pengharapan akan masa depan. Acara dibuka dengan sambutan Pak Stanny, yang baru saja menyelesaikan masa baktinya sebagai ketua lingkungan dan kini menjadi steering committee bagi pengurus yang baru. Beliau berbagi kenangan perjalanan tiga tahun kepengurusan dari pertemuan rutin, kunjungan umat, membantu pedagang kecil, hingga senam bersama dan cek gigi gratis! Program-program ini bukan sekadar rutinitas, tetapi merupakan bentuk nyata kepedulian dan pelayanan. “Puji Tuhan, semua berjalan dengan baik,” ujar Pak Stanny. Kini, tongkat estafet telah diteruskan ke pengurus baru. Tantangan pasti ada. Tapi semangat harus tetap membara!
Pertanyaan yang mengusik dan penjelasan yang mencerahkanDi sesi materi, Bp. Y.M. Seto Marsunu, SS, MTh (Ketua Ikatan Sarjana Biblika Indonesia), sebagai pembicara pertama langsung membuka pembicaraan dengan melempar pertanyaan yang membuat kami harus berpikir keras: “Lingkungan ini, paguyuban umat atau hanya gerombolan? Apa bedanya?” Pertanyaan sederhana, tapi mengusik. Kami pun mencoba menjawab, mereka-reka apa jawaban yang tepat
Bapak Seto Marsunu menyampaikan bahwa hidup beriman kita pada hakekatnya adalah mempersiapkan diri menuju hidup kekal setelah kematian. Kami diingatkan bahwa iman memiliki tiga unsur utama: ilmu, ibadah, dan karya kasih. Dalam beriman kitamengolah informasi dan ajaran dengan akal budi, untuk kemudian percaya. Namun ternyata, dari ketiga unsur tersebut seringkali kelemahan kita adalah dalam hal ilmu — baik itu pemahaman Kitab Suci, maupun tradisi dan ajaran Gereja Katolik.Materi dibawakan selama 90 menit non-stop, namun tidak tampak ada peserta yang mengantuk atau jenuh. Semua tetap mendengarkan dengan antusias, menyadari bahwa banyak hal yang masih perlu dipelajari dan diperdalam dalam pelayanan.
Kompak dan Bekerjasama
Setelah materi sesi pertama yang cukup padat, peserta rekoleksi diajak mengikuti games yang dipandu oleh Ibu Yustin. Selain sebagai hiburan, permainan ini juga menjadi sarana untuk memahami bahwa kepengurusan bukan hanya tanggung jawab satu atau dua orang, melainkan tanggung jawab bersama agar dapat berhasil dengan baik. Tanpa kerja sama dan kekompakan, pelayanan tidak akan berjalan maksimal. Setiap pengurus memiliki peran dan kontribusi masing-masing.
Pelayanan yang Berakar pada MisiPada sesi selanjutnya, Romo Yakobus Rudiyanto, S.J., mengajak kami masuk lebih dalam ke esensi pelayanan. Beliau menekankan tiga prinsip utama:
Romo Rudi juga mengingatkan bahwa memang tidak mudah (dan tidak harus) bagi pengurus lingkungan untuk menyenangkan semua pihak, namun dengan berpegang pada ketiga prinsip di atas, pengurus lingkungan tidak perlu ragu dalam melaksanakan karya pelayanannya.
Saat diminta berbagi kesan, Mbak Nancy, salah satu peserta mengungkapkan dengan suara sedikit bergetar, “Saya merasa (wawasan saya) menjadi terbuka, bahwa ternyata masih banyak hal yang belum kita ketahui tentang ajaran Gereja Katolik.” Masa Depan Lingkungan yang Penuh Harapan Di akhir rekoleksi, Romo Rudi menyampaikan sesuatu yang menyejukkan hati kami semua. Lingkungan ini tidak perlu khawatir. Saya melihat begitu banyak orang baik dan talenta muda yang sudah siap melayani Tuhan dan sesama umat di sini.”
Kata-kata itu menjadi penutup yang melambungkan semangat kami. Rekoleksi pun ditutup dengan doa dan berkat oleh Romo, dilanjutkan acara makan bersama, diseling canda, quiz, dan games yang diikuti juga oleh Romo. Hari itu, kami tidak hanya mendapat ilmu baru, tapi juga semakin erat sebagai satu tim. Kami sadar, menjadi pengurus lingkungan bukan hanya soal ‘mengurus’, tapi mengabdi, melayani, dan membawa terang Tuhan bagi sesama. Sehingga ketika Tuhan bertanya, "Siapa yang mau Kuutus?", kita akan dengan mantap menjawab: "Ini aku, utuslah aku".
In servitio Dei et hominumBernadette Faustina (Winda)