Harapan Orang Tua

“Pagi buat Ayah dan Bunda. Dari kampung, kami kabarkan bahwa Kakek dan Nenek sehat-sehat. Harap kami sudah di rumah sehari sebelum ulang tahun Ayah”, kata Santo di grup Whatsapp keluarga.

“Ayah baru selesai mandi. Ibu juga baru selesai urusan dapur”, tulis Ibu membalas.

Ayah kemudian berpaling ke Ibu, “Semoga anak-anak kita menjadi anak yang kuat ya Bu. Bukan hanya kuat, tetapi semoga mereka juga menjadi orang muda yang tahu berterima kasih, menghargai waktu dan perjuangan hidup serta mampu menghormati orang lain, terutama orang-orang yang sederhana”.

“Pastilah harapan kita sama, Yah. Tetapi Ibu yakin, kedua anak kita ini berada pada jalan yang benar, walaupun tentu saja masih jauh dari sempurna. Ibu lihat mereka cukup ulet, tidak gampang menyerah. Naik bis atau boncengan sepeda motor sudah biasa buat anak kita”, jawab Ibu singkat, sambil di duduk di sisi tempat tidur.

Tiba-tiba dalam grup keluarga, Tere menyahut, “Kami sudah investigasi Kakek dan Nenek tentang bagaimana perjuangan Ayah di masa kecil. Banyak cerita sedih tetapi menguatkan bagi kami”.

Sang Ayah kemudian mengambil posisi duduk pada sebuah kursi kecil depan Ibu, lalu bertanya, “Apa yang membuat Ibu yakin akan anak-anak kita?”.

“Kita tiap hari hidup bersama mereka. Anak-anak kita bisa kerja apa saja, dari cuci piring sampai cuci baju sendiri, kalau sempat. Mereka juga rajin bersihkan meja, tempat tidur, bersih-bersih rumah. Dulu Tere tampaknya suka menunda pekerjaan tetapi setelah sempat mengalami hidup asrama, lalu kini tanpa diawasi semua tugas kuliah dikerjakan sendiri. Hanya memang kadang mereka bertanya, mengapa ada orang kaya dan ada yang miskin padahal orang miskin kadang jauh lebih bekerja keras dari mereka yang kaya”.

“Syukurlah Bu”, kata Ayah menimpali. “Ayah kadang khawatir jangan sam pai anak kita menjadi bagian dari strawberry generation. Kita tahu stoberi memang indah dan enak, namun begitu kena pencet sedikit, langsung hancur. Ayah punya satu teman. Dia punya anak yang mungkin lebih tua 2 atau 3 tahun dari Santo. Dengar-dengar, anak ini sudah kerja di sebuah perusahaan, namun menurut cerita ayahnya, dia pingin berhenti karena katanya atasannya suka marah, lalu harus kerja sampai malam. Entah gimana sekarang”.

“Tahu tidak, Yah”, sahut Ibu. “Nak Santo dan Tere pernah tukar pikiran dengan Ibu sambil masak di dapur. Mereka sadar, tantangan selalu ada. Tetapi syukur mereka tampaknya banyak baca atau sharing juga. Mereka antara lain terinspirasi dari seorang motivator, penulis sekaligus pengusaha dari Amrik. Kalau tidak salah, namanya Zig Ziglar. Orang ini katanya pernah bilang bahwa kita belajar dari siapa saja, termasuk dari orang jahat atau orang buruk. Dari orang jahat dan orang buruk, kita diberi pengalaman dan pelajaran. Dari orang baik, kita belajar kebahagiaan dan kenangan. Beliau juga katanya menginspirasi untuk memberi dulu baru menerima. Siapkan diri untuk kerjakan apa saja dan berbuat baik kepada semua orang, maka rezeki akan datang. Sangat Kristiani sekali pengajarannya”.

“Ayah bahagia mendengarnya. Mungkin semua orang tua merasa paling bahagia kalau anaknya akhirnya mampu mandiri. Sebaliknya kalau ada masalah dengan anak, hal itu akan menjadi beban. Ayah teringat dengan cerita teman yang lain. Cerita yang harus menjadi pelajaran. Suami-isteri terpelajar dan sukses dalam karier. Punya dua orang anak yang kuliah di luar negeri segera setelah SLTA. Namun kedua orang tua ini seperti merasa bersalah. Kalau orang tua mereka harus berkunjung ke rumah mereka di sana, harus info dulu jauhjauh hari sebelumnya. Pernah anakanak ini dikunjungi tetapi malahan dianggap mengganggu jadwal, sehingga suami-isteri cepat balik kembali ke Indonesia. Seolah tidak ada ikatan batin. Ayah tidak ingin kejadian seperti itu terjadi pada kita, Bu”.

“Ampun Gusti Allah”, sambung Ibu. “Puji Tuhan anak kita jauh dari itu. Minggu lalu, Ibu dengar Santo dan Tere diskusi. Topiknya tentang Bulan Kitab Suci yang baru berlalu. Buat anak kita, Nabi Nahum dan Habakuk adalah nabi yang membangkitkan harapan di saat Israel di ambang kehancuran.  Israel silih berganti diperas oleh dua kerajaan raksasa yaitu Ayur dan Babilonia. Tetapi kedua nabi ini tidak putus harapan. Awalnya mereka protes kepada Allah, tetapi kemudian mereka melihat Allah sebagai yang Maha kuasa dan Maha adil. Kata kunci yang mereka bawa adalah HARAPAN. Percaya akan kuasa Allah walaupun secara hitungan manusiawi kelihatan mustahil”.

“Nah itu, Ibu. Ayah ingin supaya kedua anak kita melihat jalan itu, tidak masuk dalam hitungan strawberry generation. Ayah pernah diskusi dengan Santo tentang satu pepatah latin ‘carpe diem’. Kalimat lengkapnya ‘carpe diem, quam minimum credula postero’. Kalimat itu kurang lebih berarti ‘Petiklah/manfaatkan hari ini, percayalah sesedikit mungkin pada hari berikutnya. Santo pernah datang pada Ayah membawa pepatah itu. Hanya, entah dari mana dia dapatkan, kalimat itu sempat disalahmengerti. Seolah kata itu dimaksudkan untuk menggunakan waktu setiap hari untuk bersenangsenang. Hari ini harus dinikmati karena hari esok belum tentu ada. Tiap hari harus enjoy dengan cara anak muda. Padahal kalimat itu sejatinya dimaksudkan supaya kita tidak menundanunda tugas atau tanggungjawab. Lakukan yang terbaik hari ini, jangan tunda sampai esok. Saya rasa Santo kini sudah memahaminya dengan baik”.

Tiba-tiba Santo kembali berkomentar di grup keluarga, “Ayah, nanti kalau kami tiba di rumah, kami mau dengar dari Ayah sendiri tentang perjuangan masa kecil bersama kakek dan nenek. Kalau sempat Santo dan Tere ingin juga dengar bagaimana tanggapan Ayah tentang sejumlah pandangan. Di satu pihak manusia citra Allah, tetapi di lain pihak ada banyak penderitaan, perjuangan. Bahkan ada yang menyimpulkan bahwa siapa kita ditentukan sepenuhnya oleh diri kita sendiri. Ada yang bilang bahwa hidup manusia adalah keterlemparan”.

“Nanti saat Ayah ulang tahun apa kita nonton film baru ya, exorcisme”.

Semua lalu komentar “wkwkwkw”.

Penulis : Salvinus Mellese - Tim Kontributor Kolom Katakese

Gambar : Dokumentasi pribadi Warta Teresa


Post Terkait

Comments