Anak dengan Kondisi ADHD Butuh Cinta Kristiani Juga

Pengantar

Era digitalisasi berdampak kepada kehidupan semua pihak tidak terkecuali anak-anak kita. Mereka adalah native digital atau generasi digital. Kehidupan dan aktivitasnya dari bangun tidurpagi sampai tidur malam tidak lepas dari pengaruh teknologi modern ini. Bahkan penggunaan gadget misalnya, telah merevolusi cara anak-anak berinteraksi, belajar, dan menjalani kehidupan sehari-hari. Di era  digital, anak-anak tumbuh dengan kemudahan dalam mengakses gadget, seperti smartphone, tablet, dan laptop yang telah terintegrasi dalam kehidupan sehari-hari. Singkatnya, penggunaan digital hari ini memberikan dampak positif maupun negatif pada perkembangan individu dan masyarakat. Ada akses tak terbatas pada informasi, hiburan, dan komunikasi. Perkembangan teknologi dan aplikasi modern memberi kemudahan dalam beraktivitas. Efek negatif menjadi sisi lain dari penggunaan gadget yang berlebihan dan tidak terkendali. Rubrik katekese kita di media sosial. Warta Teresa minggu tanggal 6 April 2025 mengusung topik seputar kesehatan, khususnya menyangkut Anak dengan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas, serta pendampingannya menurut iman kristiani. 

Sekilas tentang ADHD dan Gejalanya 

ADHD atau Attention Deficit Hyperactivity Disorder atau Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas.Kondisi ini bisa merupakan bawahan sejak lahir ataupun menjadi dampak negatif dari pertumbuhan dan pengaruh lingkungan kehidupan yang ada, khususnya perkembangan teknologi digital dewasa ini. Keberadaan gadget modern dimana-mana dalam masyarakat kontemporer telah melahirkan pergeseran paradigma dalam lintasan perkembangan anak-anak. Ada penelitian membuktikan bahwa penggunaan gadget yang berlebihan yang mempengaruhi sekitar 7,2% anak usia sekolah, ditandai dengan pola kurangnya perhatian, hiperaktif, dan impulsif yang terus-menerus, dengan gejala yang sering meluas hingga dewasa (Hu et al., 2021; Li et al., 2023). Ditemukan adanya gejala yang secara signifikan merusak berbagai aspek kehidupan anak, yang menyebabkan prestasi akademik yang buruk, kesulitan sosial, dan disregulasi emosional, sehingga menempatkan beban  yang cukup besar pada individu dan
masyarakat (Classi et al., 2012; Song et al., 2021). Namun, stimulasi konstan ini secara paradoks dapat menyebabkan pengurangan lebih lanjut dalam rentang perhatian dan peningkatan kerentanan terhadap gangguan, sehingga mengintensifkan gejala inti ADHD (Brites et al., 2023). 

Gejala utama ADHD adalah tidak memperhatikan dan menjadi anak hiperaktif dan impulsif. Gejala ADHD biasanya dimulai sebelum usia 12 tahun. Pada beberapa anak, mereka dapat terlihat sejak usia 3 tahun. Gejala ADHD bisa ringan, sedang atau berat. Gejala perlu dilihat dalam dua atau lebih tempat, seperti di rumah dan di sekolah. Gejalanya ini bisa kesulitan bagi sang anak dalam kehidupan hariannya pun dalam pertumbuhan dan peralihannya dari anak menjadi remaja dan dapat berlanjut hingga dewasa. ADHD lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada pada anak perempuan. Perilaku bisa berbeda pada anak laki-laki dan perempuan, misalnya, anak laki-laki mungkin lebih hiperaktif dan anak perempuan mungkin cenderung diamdiam tidak memperhatikan. 

Ada tiga jenis ADHD Sebagian besar lalai. Pada jenis ini, sebagian besar gejala jatuh di bawah Ketidakpedulian. Ini berarti kesulitan fokus dan tetap pada suatu tugas dan kurang adanya inisiatif atau daya kreatif yang rendah. Didominasi hiperaktif dan impulsif. Pada jenis ini, sebagian besar gejala melibatkan hiperaktif dan impulsif. Hiperaktif berarti terlalu aktif dan memiliki terlalu banyak energi. Semangat kreatif yang berlebihan bisa menjadi gangguan. Menjadi impulsif berarti bertindak tanpa memikirkan ke depan tentang hasil atau efek perilaku. Jenis ketiga terjadi ketika keduanya bercampur. Jenis ini adalah campuran dari gejala lalai dan gejala hiperaktif dan impulsif. Orang tersebut memenuhi kriteria untuk jenis ADHD yang didominasi lalai dan didominasi hiperaktif dan impulsif.

Mencegah ADHD

Di atas telah dikatakan bahwa anak dengan kondisi ADHD bisa terjadi sebagai kondisi bawahan artinya sang anak lahir dengan potensi mengalami ADHD, atau sang anak lahir secara normal tetapi keadaan pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungn dan faktor eksternal lainnya yang tidak bisa dikendalikan dengan baik. Maka tindakan preventif yang bisa diperhatikan untuk mencegah atau mengurangi resiko terjdinya kondisi ADHD pada anak-anak kita seperti dilaporkan oleh ‘Mayoclinic (Tanggal 7 Maret, 2025) adalah sebagai berikut! (https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/..)!

  • Selama kehamilan, hindari apa pun yang dapat membahayakan perkembangan sang bayi sebelum lahir, misalnya, jangan minum alkohol, menggunakan narkoba, atau merokok. 
  • Setelah lahir, Lindungi sang anak Anda dari lingkungan yang polusi, udara kotor, termasuk asap rokok dan bau-bau yang menyengat
  • Batasi untuk menonton atau bermain dengan gadget yang tidak perlu dan berlebihan.

Cinta kristiani untuk anak ADHD

Anak dengan kondisi ADHD, misalnya mengalami kesulitan untuk memusatkan perhatin atau kurang fokus tentu saja butuh kehadiran orang lain yang peduli dan mau menerima mereka apa adanya, memiliki kasih yang tidak diskriminatif, pengertian, kesabaran dan pembinaan sebagaimana dicontohkan oleh Kristus dan diajarkan dalam Gereja kita. Gereja mengajarkan pentingnya kasih dan kesabaran, seperti yang diajarkan dalam 1 Korintus 13:4-7, yang menyatakan bahwa kasih itu sabar dan baik hati. Orang tua dan pendidik diharapkan untuk menunjukkan kasih dan kesabaran kepada anak dengan ADHD, mengerti keterbatasan mereka,dan memberikan dukungan yang dibutuhkan. Orang tua dan keluarga dapat berdoa bersama anak agar Tuhan memberikan kekuatan dan kemampuan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi. Doa seperti dalam Filipi 4:6-7 mengajarkan kita untuk mempercayakan segala kekhawatiran kepada Tuhan.

Anak dengan kondisi ADHD, sering kali terlalu aktif dan sulit untuk duduk diam, bisa menjadi tantangan tersendiri baik di lingkungan sekolah atau di rumah. Iman kristiani mengingatksn kits untuk menerima setiap anak sebagai anugerah Ilahi. Gereja mengajarkan bahwa setiap anak adalah anugerah dari Tuhan, dan kita dipanggil untuk menerima mereka dengan penuh cinta, sebagaimana Yesus menerima anakanak dalam Markus 10:13-16. Hiperaktivitas anak bukanlah kekurangan, melainkan bagian dari keunikan mereka. Kita dapat membantu anak ADHD, hiperaktif, pada kegiatan positif seperti doa, memberikan tanggungjawab tertentu dalam pelayanan bersama, ataupun kegiatan lainnya yang bisa menjadi sarana penyaluran energinya serta dapat mengelola hiperaktivitasnya secara proporsional.

Akhirnya, bagaimana kita mencintaianak ADHD yang impulsif, atau sering kali tidak memikirkan konsekuensi dari tindakan mereka ..?? Pendidikan moral dan pengendalian diri, dimana anak bisa belajar membedakan mana yang baik dan mana yang jahat, mengenal apa yang menjadi motivasi atu alasan dari sebuah perbuatan (bdk. Gal. 5: 22-23). Kita bisa mengajarkan anak untuk berpikir sebelum bertindak, serta memahami pentingnya pertanggung  jawaban atas tindakan mereka.Pengajaran ini tentu saja dilakukan dengan cara pembinaan dalam kasih kristiani, pembinaan yang inklusif, dilakukan dengan lembut dan penuh kasih sebagaimana diajarkan oleh Yesus sendiri (Matius 22:37-39). Kita dapat membantu anak ADHD yang mengalami kesulitan dalam mengatur diri dan tugas-tugasnya, dengan cara membuat jadwal dan kegiatan harian yang jelas, mengembangkan disiplin diri melalui rutinitas yang penuh kasih dan penuh perhatian, membantu mereka mengatur waktu dan tugas dengan cara yang tidak menekan, sebaliknya mengajak mereka untuk bisa menentukan sendiri jalan pendewasaan diri sendiri yang konstruktif sesuai pertumbuhn fisik dan emosionalnya. 

Penutup

Kita berpegang pada ajaran Gereja katolik bahwa anak dengan ADHD dipandang sebagai anugerah yang perlu diterima dengan penuh kasih dan perhatian. Gereja mengajarkan kasih yang tidak bersyarat, kesabaran, pengertian, serta dukungan dalam proses pengembangan diri anak. Penanganan ADHD dapat dilakukan dengan pendekatan yang lembut, penuh doa, dan didasari oleh ajaranajaran Alkitab yang menekankan pentingnya kasih, disiplin, dan penerimaan. Dengan dukungan dari keluarga, komunitas gereja, dan doa, anak dengan ADHD dapat berkembang sendiri mengenali kekurangannya, dan sekaligus merumuskan harapannya untuk menjadi pribadi yang sehat jasmani, emosional, rohaniah sehingga bisa menjadi pribadi yang mandiri, kontributif kepada keluarga, gereja dan masyarakat luas!!

Daftar Referensi
1. Alkitab Deuterokanonika, https://alkitab.katakombe.org/
2. Brites et al., 2023, dalam Psychology, 2023, 14, 359-370 https://www.scirp.org/journal/psych ISSN Online: 2152-7199 ISSN Print: 2152-7180
3. Classi et al., 2012; Song et al., 2021, dalam Research Gate, https://www.researchgate.net/publication/358680359
4. Huetal., 2021; Lietal., 2023 dalam Front. Psychol., 22 January  2025, https://www.frontiersin.org/journals/psychology/articles/10.3389/f

5. Katekismus Gereja Katolik, https://www.imankatolik.or.id/katekismus.php
6. Mayoclinic, tanggal 7 Maret, 2025, https://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/adult-adhd/symptomscauses/syc-20350878
7. Siloam Hospitals, https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-adhd

 


Bruno Rumyaru
Tim Kontributor Katekese



Post Terkait

Comments