Saudari-saudara terkasih, kembali kita bertemu dalam Warta Teresa untuk melakukan apa yang dikehendaki olehNya untuk kita lakukan dalam dinamika hidup kita, lewat sabda-Nya yang kita renungkan pada Minggu Paskah III ini. Saudari-saudara yang dikasihi Tuhan,bacaan Injil yang kita renungkan pada hari ini, pada Paskah Minggu ketiga; banyak pesan yang bisa kita ambil. Kisahnya sangat menarik. Yesus menampakkan diri yang ketiga kalinya kepada para murid setelah dia bangkit. Tempatnya pun tidak di Yerusalem, tetapi di danau Galilea, tempat harian kerja mereka dan tempat di mana mereka dipanggil oleh Yesus pada pertama kalinya
Salah satu topik yang ingin kita refleksikan adalah kita sudah sering merenungkan perutusan Yesus kepada Petrus untuk menjadi gembala, kesiapsediaan dan ungkapan cinta Petrus, dan mengapa Yesus bertanya hal yang sama sampai tiga kali. Kali ini, saya mau mengambil hal lain, yang barangkali bukan sesuatu yang sangat penting. Saya sekadar penasaran, mengapa Yesus bertanya soal cinta, sesuatu yang sangat penting ini pada waktu setelah sarapan atau dengan kata lain, pada waktu pagi hari, sebelum melakukan banyak aktivitas, bahwa mereka kembali kerja sebagai nelayan. Mereka kembali ke habitat seperti semula. Mereka kembali bekerja sebagai nelayan. Kata Simon Petrus kepada mereka: “Aku pergi menangkap ikan.” Kata mereka kepadanya: “Kami pergi juga dengan engkau.” Mereka berangkat lalu naik ke perahu, tetapi malam itu mereka tidak menangkap apa-apa. Namun pekerjaan mereka tidak membawa hasil. Mereka sial, kerja semalam-malaman tidak ada satu ekor ikan pun mereka tangkap. Mereka sial, tidak mendapat apa-apa. Pada saat seperti itu, ada kata yang menyapa mereka: “Hai anak-anak, adakah kamu mempunyai lauk-pauk?” Jawab mereka: “Tidak ada.” Maka kata Yesus kepada mereka: “Tebarkanlah jalamu di sebelah kanan perahu, maka akan kamu peroleh.” Lalu mereka menebarkan-nya dan mereka tidak dapat menariknya lagi karena banyaknya ikan. Maka murid yang dikasihi Yesus itu berkata kepada Petrus: “Itu Tuhan.” Ketika Petrus mendengar bahwa itu adalah Tuhan, maka ia mengenakan pakaiannya, sebab ia tidak berpakaian, lalu terjun ke dalam danau. Muncul kembali semangat yang membara dalam diri Petrus dan teman-temannya. Mereka berjumpa kembali dengan Yesus dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Yesus menolong, memberi solusi atas masalah mereka. Mereka telah kehilangan semuanya, bahkan harapan satu-satunya kepada Yesus pun juga hilang. Muncul harapan baru yang diandalkan.Saudari-saudara yang dikasihi Tuhan, kehidupan yang penuh dengan tantangan sering sekali membutakan hati dan pikiran kita untuk melihat dan merasakan kasih penyertaan Kristus. Sering sekali bayangan kegagalan dan ketidakmampuan menguasai hidup sehingga kita tidak lagi punya keberanian untuk mengambil keputusan untuk tetap hidup dengan mengandalkan pengharapan kepada Tuhan. Biasanya orang yang putus asa, mengalami kekecewaan akan menarik diri dari kehidupannya.
Perjumpaan dengan Kristus di tempat kerja mereka ini menjadikan para murid manusia baru. Menjadi manusia baru berarti mempunyai hati dan pikiran yang baru. Mereka memandang hidup ini dengan segala persoalannya dengan cara pandang Tuhan yang penuh pengharapan. Mereka mengalami bahwa bukan mereka sendiri yang berjuang, tapi terlebih dahulu Tuhan telah memulainya. Seperti murid-murid yang merasakan campur tangan Tuhan, begitu jugalah kita merasakan kehadiran Tuhan dalam setiap langkah hidup kita. Kesetiaan kepada Tuhan memang perlu terus diuji dengan banyak pengalaman hidup, baik secara pribadi juga di dalam hidup sehari-hari. Dan semuaitu juga harus terus diuji untuk mendapatkan kemurnian yang mantap. Oleh karena itu, Kebangkitan Yesus menjadi kekuatan serta pengharapanbagi orang percaya bahwa yang bertekun dalam iman percaya akan mampu dan menang di dalam menghadapi kenyataan hidup. Kebangkitan Yesus yang memberikan pengharapan bahwa orang yang bertekun dalam kesetiaan kepada Tuhan akan dimampukan untuk menjadi saksi akan kebangkitan Yesus tersebut dengan memberikan hidupnya menjadi pewarta Kabar Baik bagi semua orang. Ikan yang 153 ekor itu melambangkan tersebarnya Injil ke seluruh umat manusia, dan tugas gembala yang baik dipercayakan oleh Guru kepada kita murid-Nya. Cinta harus menjadi pondasi bagi kita semua dalam melakukan segala aktivitas (tindakan berpikir, merasa, mendengarkan, berbicara, dan memutuskan). Untuk itulah, saat sarapan, di hari yang baru, Yesus mempertanyakan komitmen cinta Petrus. Karena Yesus ingin, cinta Petrus menjadi pondasi (awal) bagi dirinya untuk menjadi gembala BAGI DOMBA-DOMBA-NYA dan melakukan segala sesuatunya. Sebagai mana pagi adalah waktu yang meng-awali seluruh waktu dalam sehari, maka semestinya kita mengawali segala sesuatu di hari ini dengan cinta. Harapan berikutnya, semoga cinta menjadi awal, menyertai sepanjang proses, dan mengakhiri apa pun yang kita lakukan hari ini dan di setiap hari.
Sr. Loren SFMA
Sumber gambar: Warta Teresa No.1107/Th.XIV/4 Mei 2025